Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun
1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk
melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
a. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan
Pemilihan Umum;
b. menerima, meneliti dan menetapkan
Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
c. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang
selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai
dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya
disebut TPS;
d. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I
dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
e. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di
semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
f. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan
serta data hasil Pemilihan Umum;
g. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 2
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:
h. tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan
dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
Secara institusional, KPU yang ada sekarang
merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi
1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang
berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai
Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk
dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal
dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan
Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota
KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007
minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum
2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan
mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya
Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya
wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat.
Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting,
selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata
masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil.
Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya
penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR
untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas
penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan
non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun
dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam
Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang
dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan
tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai
lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh
masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan
Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22
Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga
penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian
disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.
Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan
Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya
bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal
penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan
laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi
PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan
Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam
pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka mengawal
terwujudnya Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang
memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan
ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu
dapat diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan
KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.
Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu,
jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU
dari 11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas,
fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan
tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil
Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa
keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas :
mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan
umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi
dan efektivitas.
Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden
membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang
terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU
yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and
proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun
2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9
Juli 2007 telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon
anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif
untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes
administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam
jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.
No comments:
Post a Comment